Kategori: Kisah

Ja’far bin Abi Thalib

Di kalangan Bani Abdi Manaf ada lima orang yang sangat mirip dengan Rasulullah saw. sehingga seringkali orang salah menerka. Mereka itu adalah: Abu Sufyan bin Harits bin Abdul Muthallib, anak paman Nabi saw. sekaligus sebagai saudara sesusuannya. Qutsam Ibnul Abbas bin Abdul Muthallib, anak paman Nabi saw. Saib bin Ubaid bin Abdi Yazin bin Hasyim, kakek Syafi’i r.a. Ja’far bin Abi Thalib, yaitu saudara Ali bin Abi Thalib. Hasan bin

Hakim bin Hazam

Sejarah mencatat, dia adalah satu-satunya anak yang lahir dalam Kabah yang agung. Ceritanya sebagai berikut. Pada suatu hari ibunya yang sedang hamil tua masuk ke dalam Kabah bersama rombongan orang-orang sebayanya untuk melihat-lihat Kabah. Hari itu Kabah dibuka untuk umum sesuai dengan ketentuan. Ketika berada dalam Kabah, perut ibu tiba-tiba terasa hendak melahirkan. Dia tidak sanggup lagi berjalan keluar Kabah. Seseorang lalu memberikan tikar kulit kepadanya, dan lahirlah bayi itu

Bait-Bait Aku, Ayah, dan Dudayev

Oleh: Helvy Tiana Rosa Kuraba pinggangku. Tambang untuk mendaki erat berada di sana. Ups, beban yang kubawa berat juga. Gandum masak, air minum dan beberapa potong pakaian dalam ransel. Kubuka jilbab yang kupakai. Entah mengapa aku merasa kurang leluasa dengan jilbab ini. Uh, susah payah aku mendaki. Beberapa kali hampir terpeleset. Sempat kusaksikan pula pesawat pembom SU-24 milik Rusia melayang-layang di atas desa-desa, membombardir, memusnahkan semua! Sejenak kupejamkan mata…, ba**ngan!

Sang Imam, sebuah cuplikan untuk mengenang Imam Hasan al-Banna

Sebuah artikel yang dimuat oleh harian umum al-Ahraam telah membuat Sang Imam dan murid-muridnya gelisah. Bagaimana tidak, artikel yang ditulis oleh si Fulan itu berisi pemikiran yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Si Fulan mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi manusia untuk menutup auratnya. Sebab secara fitrah, tiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang. Maka ia menyerukan agar budaya telanjang itu dilestarikan di tengah masyarakat Mesir. Maka para ikhwan yang merasa

Meraup berkah di lereng Gunung Butak

Eramuslim – Masya Allah…begitu indah pegunungan ini! Untuk pertama kalinya selama hidup saya menginjakkan kaki di puncak pegunungan pinggiran Laut Selatan dengan jalan kaki. Dengan ditemani Puni, ayah dua orang anak, dari Desa Besuki, Kecamatan Munjungan, kami menelusuri hutan-hutan menuju Salamwates, Kecamatan Dongko, Trenggalek Selatan, Jawa Timur. Saya minta Pak Puni, berhenti berkali-kali karena sudah lama saya tidak pernah memanjat gunung. Hingga sampai di puncak saya berucap “Subhanallah…, betapa sempurnanya

Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan dibesarkan dalam sekolah Islam dan terdidik dengan ilmu Al-Qur’an. Ayahnya adalah seorang khalifah. Abdul Malik bin Marwan dan suaminya juga seorang khalifah, yakni Umar bin Abdul Aziz. Keempat saudaranya pun semua khalifah, yaitu Al Walid Sulaiman, Al Yazid, dan Hisyam. Ketika Fatimah dipinang untuk Umar bin Abdul Aziz, pada waktu itu Umar masih layaknya orang kebanyakan bukan sebagai calon pemangku jabatan khalifah. Sebagai putera

Hindun binti Amr bin Haram, Wanita Pengusung Jenazah

Dalam wacana keislaman baik itu dalam bentuk tulisan, diskusi, seminar, pengajian, dan lain sebagainya kita lebih sering mendengar bahwa para sahabat Nabi dan orang-orang yang memperjuangkan Islam pada waktu itu adalah dari kalangan laki-laki. Padahal jika kita membuka kembali lembaran sejarah Islam, niscaya tidak sedikit wanita mukminah yang turut memperjuangkan Islam. Wanita mukminah merupakan bagian positif yang ikut serta memikul beban dan tanggung jawab dalam memerangi musuh Allah. Salah satu

Umar bin Abdul Aziz dan putranya

Belum lagi tabi’in yang agung amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz membersihkan tangannya dari mengebumikan jenazah khalifah sebelumnya Sulaiman bin Abdul Malik. Tiba-ti­ba beliau mendengar suara gemuruh tanah di sekitarnya, lalu beliau berkata: “Ada apa ini?” Mereka menjawab: “Ini adalah kendaraan-­kendaraan khilafah wahai amirul mukminin, telah dipersiapkan agar Anda sudi menaikinya. Beliau memandang dengan sebelah matanya dan berkata dengan terputus-putus karena lelahnya dan rasa kantuknya setelah semalam tidak tidur: “Apa

Ibnu Qayyim al-Jauziyah

“Lihatlah dirimu, lihatlah apa yang berada di sekitarmu. Niscaya engkau akan mengenal Allah.” Gnothi Seathon! kenalilah dirimu!, itulah motto Socrates, seorang filsuf besar Yunani. Ia telah mengundang perhatian manusia untuk memperhatikan dirinya sendiri. Dengan kata lain, segala yang dipermasalahkan manusia dimulai dari manusia itu sendiri sebagai masalah. Dari masa ke masa, masalah yang dihadapi manusia tak jauh berbeda. Gus Dur menghadapi masalah yang sama dengan yang dihadapi Soeharto, Soekarno, Hitler,

Rabi’ bin Hutsaim, seorang thabiin yang wara’

Sabili No.24 Th.IX Rabi’ adalah seorang ulama tabi’in yang sangat alim, ia termasuk salah seorang dari delapan ulama zuhud yang terakhir di zamannya. Sejak muda, ia sangat taat beribadah. Saat mendekati masa akil baligh, pada suatu malam ibu Rabi’ terbangun dan terjaga. Ada apa gerangan? Ia menemukan anaknya sedang bermunajat dan terhanyut dalam shalat. Sang ibu menegur lembut, “Apakah engkau tidak tidur, Rabi’?” “Bagaimana seorang yang diliputi kegelapan bisa tidur