Di zaman Imam Ahmad, sekelompok orang penganut paham atheis berusaha mengacaukan keimanan umat perihal adanya tuhan. Dengan dukungan argumentasi dan logika yang kuat, mereka berhasil memutarbalikkan fakta. Kata mereka, alam semesta terjadi dengan proses sendirinya. Tanpa campur tangan Zat Maha Tinggi (Allah). Alhasil manusia tidak perlu menyembah Tuhan, sesuatu yang sebenarnya tidak ada, begitu nalar mereka
Sudah banyak ulama yang berusaha meluruskan dengan cara mendebatnya. Tapi pendapat kaum atheis ini belum jua terkalahkan. Bahkan mereka semakin congkak dengan keingkarannya.
Hingga datang tantangan berdebat dari seorang alim yang sangat sederhana yang tak lain adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Penampilannya sekilas tak menunjukkan bahwa ia seorang ulama yang berilmu tinggi, namun kaum atheis tetap bersedia menerima tantangan berdebat. Syaratnya harus diselenggarakan pada forum terbuka, dihadiri banyak orang. Dipilihlah waktu dan tempat yang disetujui bersama.
Pada hari H, Imam Ahmad datang terlambat. Tentu saja ia dicaci maki oleh kelompok atheis dan penonton yang kesal menunggu.
“Sabar, sabar beri aku kesempatan menjelaskan sebab keterlambatan ini,” ujarnya tenang.
Walau masih menggerutu, mereka menahan suara.
“Begini, perlu kalian ketahui bahwa saya tinggal di pinggiran kota. Antara kita dipisahkan sebuah sungai yang cukup lebar. Nah, ketika hendak kemari saya tidak mendapatkan kapal untuk menyeberang. Itu sebabnya saya terlambat datang.”
“Bagaimana Anda bisa tiba kemari kalau tidak mendapatkan perahu?” tanya mereka heran.
“Sungguh ajaib,” sahut Imam Ahmad.
“Tiba-tiba selembar papan hanyut terapung-apung dan dengan sendirinya berhenti persis di depanku. Kemudian disusul oleh papan-papan lain yang juga hanyut lalu bergabung dengan papan pertama. Lantas tiba-tiba saja ada seutas tali. Papan-papan dan tali itu merakit diri dengan sendirinya oleh arus air, sehingga menjadi sampan yang tahan dari kemasukan air. Nah sampan kecil itulah yang menyeberangkan saya hingga sampai ke tempat ini dengan selamat,” ungkapnya panjang lebar.
Kelompok atheis tertawa terbahak-bahak. Salah seorang di antara mereka berkata ketus, “Ah, Anda membuat lelucon saja. Itu mustahil. Tidak masuk akal.”
Imam Ahmad menjawab santai, “Nah, kalau kalian mengingkari sampan yang kecil itu bisa merakit sendirinya, maka apakah mungkin alam semesta yang besar dan rumit ini terjadi dengan sendirinya tanpa peranan Allah SWT?”
Mereka terdiam, bungkam seribu bahasa dan berkeringat. Karena tidak menemukan jawaban yang tepat mereka pergi begitu saja. Seketika penonton bersorak gembira, mengelukan Imam Ahmad yang sederhana tapi amat cerdas. Hanya dengan logika yang amat sederhana, kelompok atheis kalah sebelum bertanding. Agaknya orang-orang atheis itu harus segera memilih antara debat ataukah taubat.