“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS 39:22)
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (saling menjelaskan ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang memilih jalan sesat, maka tidak ada seorangpun memberi petunjuk baginya.” (QS 39:23)
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS 2:60)
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS 2:74)
Saudaraku yang dikasihi Allah, sesungguhnya sifat batu adalah keras, walaupun demikian dapat dihancurkan sampai menjadi partikel yang sangat halus. Apabila batu telah berubah menjadi partikel lembut maka akan dapat digunakan sebagai bahan perekat dalam bangunan. Batu berubah menjadi lembut dapat terjadi dalam waktu singkat, yaitu dengan menggunakan benturan benda keras, misalnya dalam contoh kisah Musa dengan tongkat, dan disela-sela batu yang dipukul itu memancarlah sesuatu yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh kehidupan manusia, sesuai dengan tugasnya selaku kholifah Allah:
“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. (QS 2:30)
Disamping itu, berubahnya batu yang keras menjadi partikel lembut dapat pula terjadi dalam waktu yang lama, yaitu dengan diberi tetesan air secara terus menerus. Demikianlah ibarat kekerasan hati manusia yang membatu.
Perlakuan benturan benda keras maupun tetesan air yang terus menerus tersebut pada prinsipnya untuk mengajar si nafsu tunduk sehingga hati menjadi lembut.
Hati yang membatu sangat sulit menerima sentuhan halus Ilaahiyah. Buktinya apabila dibacakan ayat-ayat Al Qur’an tidak dapat tersentuh sehingga tidak ada getaran-getaran yang membahana di setiap relung hatinya (sebagaimana pada QS 39:23). Hati yang keras berbeda dengan hati yang lembut (QS 39:22). Hati yang lembut mudah sekali disentuh ayat-ayat Al Qur’an antara lain begitu mendengar adzan bergema bergegas untuk sholat dan apabila dibacakan ayat-ayat Al Qur’an maka di dalam hatinya dirasakan ada sesuatu yang mudah menyentuh sehingga mudah menangis. Dia menangis karena merasakan betapa rahmannya Allah kepadanya dan sampai kehabisan kata-kata untuk berucap terimakasih, mengingat dirinya yang masih penuh dosa-dosa tetapi kasih sayang Allah itu terus menjamah kepada dirinya.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS 8:2).
Harum semerbak bunga melati di taman puri
Dijadikan hiasan mahkota mempelai putri
Tanda/lambang kesucian dan kelembutan hati
Lembutnya hati bila berhiaskan Asma Ilaahi
Lembut tampaknya buih dihempas ombak
Terpukau mata seakan kabut yang berarak
Padahal buih sisa hempasan perasaan riak-riak
Banyak manusia seakan dirinya berakhlaq
Padahal hatinya senantiasa memberontak
Akui berhati lembut, ternyata keras berpijak.
Baru disadari ternyata diri banyak tertipu
Menyangka hati telah lembut
Menyangka diri telah beriman
Menyangka diri telah berbuat baik
Menyangka dan menyangka
Yang selalu diulang dan menjadi bayangan diri
Bukankah ini khayalan yang pasti?
Kini… terlihat batu telah berada dalam suatu proses
Ternyata batu yang keras bukan saja dapat dipecahkan
Melainkan dapat pula dihaluskan laksana tepung
Ternyata disini pulalah letak ketinggian mutunya karena telah berubah fungsi selaku penghalus dan pengokoh suatu bangunan.
Oh… inikah maksud pelajaran dari melembutnya sebongkah batu
Tertunduk wajah menyimpan rasa malu
Seulas cibiran menukik di diri sambil berkata…..
Batu yang keras saja ternyata sabar memproses diri
Lalu bagaimana diri ini: “HATI” hakikatnya
Telah tercipta dalam kondisi lembut
Tak mampu berproses menuju kelembutan
Mengapa diri tak merasa malu dengan kekerasan hati
Bukannya hati yang mengeras…. tetapi nafsulah yang menjadikan hati tampil mengeras
Sehingga tak mampu hati tersentuh kelembutan Ilaahi
Sehingga tak mampu hati menangkap isyarat berhikmah
Sehingga tak mampu hati bergetar dan menangis,
Bila diingatkan dan disentuh ayat-ayat Al Qur’an.
Oh alangkah keras dan membatunya hati…
Saudaraku yang dikasihi Allah, berdasarkan rangkaian dan untaian kata bermakna di atas, maka diri yang senantiasa bertafakur kepada Allah dapat mengenal dan mengetahui tingkat kekerasan hati pada setiap saat tertentu, karena tolok ukur yang digunakan telah disediakan yaitu: tersentuhnya hati apabila dikumandangkan ayat-ayat Al Qur’an. Tersentuhnya hati oleh ayat-ayat Al Qur’an sifatnya otomatis dan tidak dapat dibuat-buat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa pertolongan dan petunjuk Allah mustahil hati yang keras itu dapat berubah menjadi lembut. Namun Allah-pun tidak akan membukakan si manusia itu tanpa ada upaya si manusia itu sendiri untuk membuka hatinya. Disinilah bukti bahwa Allah menjamin penuh kebebasan manusia untuk menentukan sikap terhadap kekerasan hati yang dimilikinya.
Suatu hal yang perlu disadari bahwa selamanya hati tak akan berfungsi bila tali rasa rusak dan mati.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS 57:16)
Wahai Allah wahai Rabbi Dzat pendidik kami
Kerasnya hati kami, tak pernah kau membenci
Engkau tersenyum melihat tingkah polah kami
Laksana seorang ibu selalu sabar menjagai
Rahmat terus kau beri agar tersadar diri ini
Sungguh kami adalah hamba yang tak pandai mensyukuri
Wahai Allah wahai Rabbi tempat kami mengadu
Selangkah demi selangkah kami tinggalkan nafsu
Agar mencair hati yang selama ini keras membatu
Baru kami mengerti betapa pemurahnya sifat-Mu
Kami yang selama ini acuh dengan sabar kau tunggu
Oh ternyata kami adalah hamba yang tak mau tahu
Wahai Allah wahai Rabbi sumber segala bahagia
Banyak sudah hidup kami yang tersia-sia
Tanpa kami sadari kelak berakhir petaka
Karena terlena pada keindahan fatamorgana
Mohon kiranya agar waktu yang masih tersisa
Untuk berbakti dan bersyukur selaku hamba.